Wajah kota sering diganggu oleh ulah tangan jahil. Salah satunya adalah grafiti atau corat-coret di atas tembok dengan cat semprot atau media lainnya. Para pembuat grafiti (biasa disebut bomber) sering tidak mengindahkan keindahan dan dampak lingkungannya. Sebenarnya hal ini dapat dihindari bila para bomber punya motivasi artistik saat membuat grafiti. Menurut sebuah penelitian yang dilakukan Obed Bima Wicandra dan Sophia Novita Angkadjaja dari UK Petra Surabaya, menyebutkan, grafiti yang ada di Surabaya merupakan bagian dari perkembangan socio-kultur. Dalam penelitian yang bertajuk ‘Efek Ekologi Visual dan Sosio Kultural Melalui Grafiti Artistik di Surabaya' memaparkan grafiti merupakan salah satu bentuk seni publik. Bentuk seni publik sendiri antara Iain meliputi performance art, instalation art, happening art, stencil, grafiti, mural, poster, dan lain-lain. Grafiti yang terlanjur dicap sebagai karya vandalism kurang mendapat tempat di hati masyarakat. Pingky Saptandari (antropolog dari Universitas Airlangga) dalam penelitian itu menegaskan bahwa grafiti yang tercipta harus didekatkan sedekat mungkin dengan citra sosial setempat. Mengubah imej yang selama ini melekat dalam kawasan hitam bisa dibantu dengan pengolahan grafiti yang menjauhkan dari kesan tersebut.