Dunia Arkelogi di Indonesia masih diguncang oleh perusak situs peninggalan Kerajaan Majapahit di Trowulan. Situsasi ini menarik perhatian dengan dilaksanakannya pembangunan Pusat Informasi Trowulan (PIM) di atas lokasi bekas kerajaan tersebut. Kerusakan sebagian dari situs Mojopahit di Trowulan adalah akibat dari belum dikembangkannya ilmu geofisika pada bidang arkeologi. Menurut Anggoro Sri Widodo seorang geofisikawan lulusan S2 ITB yang kini bergabung di CITIC Seram Energy mengatakan bahwa pemetaan arekologi bawah tanah yang merupakan perpaduan antara geofisika dan arkeologi nyaris tak tersentuh di Indonesia, antara lain karena dianggap kurang mempunyai nilai ekonomis. Pemetaan arkeologi menggunakan sumber gelombang radar (ground penetration radar/GPR). Georadar beroperasi pada frekuensi 25 megahertz-1.200 megahertz. Untuk deteksi pipa besi atau beton sebagai sarana utilitas, misalnya, digunakan frekuensi 1.000 megahertz yang jangkauannya berkisar 0,5 meter- 4,0 meter. Untuk obyek pada kedalaman 35 meter-60 meter/ digunakan frekuensi 25 megahertz.