Otonomi pendidikan sebagai sarana

Ada peluang besar untuk membuat pendidikan lebih berkualitas dalam pelaksanaan otonomi daerah (otoda) dimulai sejak Januari 2001, dengan asumsi bahwa keputusan terbaik dalam pendidikan dibuat oleh orang atau pihak yang paling dekat dengan siswa sebagai pihak yang paling mengetahui kondisi dan kebutuhan setempat. Di balik peluang itu, ada kecemasan. Pemerintah daerah (Pemda) yang diserahi pengelolaan pendidikan dasar dan menengah belum berpengalaman dan kompeten mengelola pendidikan. Juga, daerah dengan Dana Alokasi Umum (DAU) kecil merasa tak sanggup memenuhi kebutuhan menggaji guru.

Dari sigi terhadap sekolah yang sudah melaksanakan proses desentralisasi, ada beberapa masalah dalam konteks Indonesia, perlu diantisipasi: Pertama, otoda dalam bidang pendidikan bisa gagal jika dipakai sebagai tujuan akhir. Otonomi hanyalah sarana untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Kedua, agenda otonomi dikuasai sebagian kecil orang saja. Shared vision untuk mereformasi pendidikan tak terjadi di kalangan pendidik yang terlibat langsung dalam proses belajar-mengajar.

Otonomi pendidikan tak otomatis menghasilkan mutu pendidikan lebih baik. Otonomi akan gagal jika hanya sebagai gerakan politik, yang secara sempit diartikan mengalihkan kekuasaan dari pusat ke daerah. Desentralisasi bisa menfasilitasi peningkatan mutu sekolah jika Pemda tak terjebak pada pengukuhan wewenang dan kekuasaan, melainkan menawarkan pelayanan dan memberikan insentif bagi perubahan di tingkat sekolah.

Unknown Unknown Antar Surya Media Indonesian Petra Chronicle Newspaper clippings Unknown Surya, 21 Maret 2001 Unknown

Files