Pengolahan ruang dalam rumah sederhana pada umumnya jarang
dilandasi oleh acuan dan rencana yang jelas bahkan acapkali dilakukan
sekedarnya sesuai dengan tuntutan kebutuhan ruang yang disesuaikan dengan
dana yang ada dan harus dipenuhi oleh pemilik. Hal ini merupakan salah satu
alasan yang membuat pemukiman rumah sederhana dikatakan tidak teratur.
Tujuan penelitian ini ialah mengetahui sampai sejauh mana masyarakat
Siwalankerto sebagai pemilik rumah sederhana tahu tentang persyaratan dan
perencanaan dalam menata ruang serta penerapannya dalam rumah mereka,
apakah ada faktor yang mempengaruhi kecenderungan-kecenderungan tersebut?
Penelitian ini menggunakan metode Grounded Research yang meliputi
tiga langkah yaitu pengumpulan data, penentuan sample penelitian dan analisa
data. Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner, wawancara
serta data literature. Penentuan sample dilakukan menggunakan metode Sampling
Probability dengan cara Stratifwd Sampling yaitu perbandingan factor yang
menjadi alasan pemilihan jumlah responden sesuai dengan kenyataan yang ada di
lapangan. Analisis data dilakukan berdasarkan data-data yang masuk kemudian
dicocokkan dengan teori-teori dan persyaratan-persyaratan yang ada.
Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa pola penataan ruang dalam rumah
sederhana sebagian besar memang saling tumpang tindih seakan menjadi ruang
serbaguna walaupun pada mulanya tidak direncanakan demikian. Peran konsultan
desain interior tidak diperlukan secara langsung dalam hubungan kerja (interaksi
tukar-menukar jasa dengan uang). Dari semua data yang diperoleh dapat
disimpulkan bahwa kehadiran seorang desainer interior hanya membantu
memperhalus bentuk, warna dan gaya dalam rumah tinggal sedangkan yang
bertindak sebagai desainer interiomya adalah pemilik rumah itu sendiri.
Untuk dapat mendekatkan jasa ini pada masyarakat kita perlu memahami
gaya hidup dan kebutuhan tiap-tiap penghuni karena sebenamya interior rumah
tinggal dirancang oleh pemiliknya sendiri.