Ketika Perang Dunia II masih berlangsung kedua pihak pastilah masing masing memiliki peta wilayah musuh. Peta ini merupakan contoh sejarah yang menarik. Direvisi tahun 1943 sebagai bagian dari strategi perang Sekutu dari peta perusahaan Kereta Api. Dengan memetakan wilayah musuh Sekutu dapat melokasikan dimana pos penting dan khsusunya dimana kamp tawanan Jepang di tempatkan.
Peta ini sangat spesial karena terdapat 3 lokasi kamp tawanan perang yang dibangun Jepang. Pertama di area Darmo yang sering kita baca. Satu lainnya berada di Sidotopo-Semampir (ditulis possible prisoner cap) dan ketiga berada di Ngemplak yang menjadi setting novel Suparto Brata "Surabaya Tumpah Darahku".
Legenda di sebelah kanan bawah mencantumkan bangunan bangunan penting di Surabaya dengan fungsinya. Dengan peta ini di tangan kita, kita bisa membayangkan diri sebagai personel Sekutu di ruang perang mereka dan mengantisipasi saat masuknya sekutu di Surabaya.
Teknologi Kartografi sesungguhnya sangat vital dalam menyuplai misi God, Gold, Glory nya orang Eropa. Teknologi yang dibawa para eksplorer Eropa ke Asia, Afrika dan Amerika bukan hanya Gun, Germs and Steel. Penemuan terbesar sejarah kolonialisasi bukan hanya gun, compass dan mesin cetak. Kartografi ada di balik semua itu.
Kemudian kita bertanya, ketika Sekutu dengan kecanggihannya dalam pemetaan tersaji di tangan kita, apakah Jepang dan pihak nasionalis kita memiliki teknologi pemetaan yang sama?