The Lost-city dan lost-space karena perkembangan pengembangan tata-ruang kota

Kota adalah arsitektur. Arsitektur yang bukan sekedar gambar (wujud fisik-visual) dari kota yang bisa
dilihat saja, melainkan juga sebagai suatu konstruksi. Yaitu konstruksi dari kota sepanjang waktu (Aldo Rossi,
1980).
Kota merupakan karya seni yang sempurna, yang dibuat hanya oleh orang-orang yang benar-benar
mengerti tentang urban. Konsep kota atau tepatnya urban-artefak sebagai karya seni selalu muncul dan
diketemukan dalam bentuk-bentuk yang bervariasi; dalam segala jaman dan kehidupan sosial-religius. Urban-artefak
selalu berkaitan dengan tempat, peristiwa dan wujud-kota.
Kota pada umumnya mempunyai sifat dinamis, alias tidak statis. Oleh karena itu tidaklah berlebihan
apabila terdapat pernyataan umum yang menyebutkan bahwa; kota itu adalah lambang perjalanan sejarah,
teknologi dan jamannya.
Namun jika disimak dari sistem-sejarah maupun sistem-visual. Banyaknya ruang fisik dan sosial telah
berubah baik secara kwalitas maupun kwantitas, sebagai konsekwensi logis adanya pertumbuhan (perkembangan
dan pengembangan) dari ruang fisik dan sosial, yang belum dikelola secara benar dan baik. Bisa mengganggu
keseimbangan, serta merusak kesan dan memori publik tentang identitas dan citra. Yang akhirnya akan dapat
melahirkan apa yang disebut dengan lost space.
Surabaya adalah salah satu kota besar di Indonesia, yang memiliki beberapa artefak-urban yang spesifik.
Salah satunya yaitu jalan Tunjungan; yang pernah didesain serta dikembangkan pada masa pemerintahan
Gemeente, sebagai "koridor komersial" Belanda dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Walaupun tidak
sampai tersentuh oleh tangan Thomas C. Karsten, seorang planolog Belanda yang berkarakteristik untuk desain
kota-kota kolonial di Indonesia sebagaimana kota-kota besar lainnya, seperti; Medan, Jakarta, Bandung,
Semarang, Malang, Ujung-pandang.
Bagi generasi tua, Surabaya kini kemudian terkenal dengan dengan julukan the lost city, karena
menurunnya beberapa kwalitas artefak-urban yang dimilikinya. Dimana salah satunya adalah koridor komersial
jalan Tunjungan tersebut diatas.

Benny Poerbantanoe Unknown Universitas Kristen Petra Indonesian eDIMENSI Journal Unknown Dimensi Teknik Arsitektur Vol. 27, No. 2, Desember 1999: 31 - 39; Benny Poerbantanoe (82-005) CITY PLANNING-SURABAYA-TUNJUNGAN

Files