Ruang heterotopia menurut Michel Foucault adalah dimensi atau ruang tidak nyata dalam ruang nyata. Dimensi tidak
nyata ini relatif dan bisa bergeser. Pergeseran dimensi yang relatif ini bisa terjadi dari pergeseran karakter-karakter ruang
yang saling bertentangan, misalnya dari ruang yang nyata ke tidak nyata, ruang sakral ke profan. Fenomena ini, secara tak
terduga, juga terjadi di dalam sebuah bangunan gereja Katolik, yang biasanya terkenal dengan kesakralannya yang tinggi.
Fenomena ruang heterotopia pada Gereja Katolik Tritunggal Mahakudus (TMK) Tuka-Dalung Bali ini terjadi oleh
pergeseran dimensi budaya, sebagai salah satu wujud inkulturasi budaya lokal, dan waktu atau aktivitas.
Fenomena ini ditandai dengan terbuka dan tertutupnya pintu gedong, sebuah ruang tradisional Bali yang digunakan
untuk menyimpan benda-benda keagamaan dan suci, pada gereja ini. Gedong yang semula ada sebagai perwujudan adopsi
budaya lokal pada gereja TMK, dalam prakteknya memiliki fungsi yang lebih, yaitu sebagai penghubung dan pemisah
kesakralan sebuah ruangan, sebagai penanda terjadinya perubahan aktivitas (sakral ke profan dan sebaliknya) dan
membentuk ruang heterotopia. Salah satu faktor pendukungnya adalah terjadinya pergeseran dinding pembatas area sakral
dan profan saat terjadinya perubahan aktivitas.